Sunday, October 25, 2009


Apa dan Apa

Anwari Doel Arnowo – 24 Oktober, 2009

Apa yang saya dapat setelah mencapai 70 plus ?

Rasanya lumayan banyak juga sih, sehingga mungkin saja saya tidak akan mampu untuk menuliskan semuanya.

Sejak waktu yang lama, saya sudah membuat pertanyaan yang dasar: Untuk apa sebenarnya manusia hidup, apa tujuannya dan akan ke mana setelah ‘saya’ mati ? Saya dalam tanda kutip memang ditulis dengan sengaja, karena ‘saya’ dengan saya, sudah tidak sama. Saya masih lengkap dengan tubuh dan kelengkapannya, sedang ‘saya’ tidak bisa saya gambarkan kepada pembaca, karena saya yang lengkap dengan tubuh dan kelengkapannya, telah berganti menjadi ‘saya’ yang tanpa tubuh, apalagi kelengkapannya.

Memang mereka yang mendalami dunia lain dari dunia nyata, atau alam lain setelah kehidupan, dengan cepat menunjukkan istilah yang lazim dipakai : nyawa, sukma atau ruh dan lain-lain istilah semacam. Tetapi dalam dunia kedokteran hal ini belum dikenal oleh saya, apa istilah medisnya. Untuk ini saya sudah pernah melayangkan pertanyaan ke Ask Yahoo : Apakah dalam istilah medisnya, yang meninggalkan tubuh manusia setelah tubuh itu tidak dapat lagi melakukan fungsinya seperti sebelumnya ? Karena pertanyaannya saya ajukan di dalam bahasa Inggris, kebanyakan jawaban yang saya terima dari mereka adalah yang menggunakan bahasa Inggris. Ada lima jawaban yang mereka ini adalah dokter-dokter dan saya pilih yang paling mendekati seperti apa yang saya pikirkan sendiri sebelumnya.

Jawabannya adalah: «There is no medical term for your question». Saya teruskan pengembaraan jalan pikir yang ada di kepala saya.

*Iya, kita semua paham apa yang telah dimaksud, akan tetapi saya menggunakan dimensi waktu seperti berikut*.

Sekarang, tahun 2009, memang sebatas itulah pengetauan manusia. Tetapi bukankah di dunia ini semuanya berubah dan itu termasuk pengetauan manusia, akal manusia dan juga kebudayaan serta mindsetnya juga. Kembali ke dimensi waktu: bukankah cerdik cendekia pada seribu tahun yang lalu mungkin saja amat terbatas pengetauannya, tidak bisa melawan apa yang diketaui seorang dewasa muda, semuda yang berumur 25 tahun yang hidup saat ini, tahun 2009?? Saat ini, tahun 2009, bukankah sudah ada lembaga-lembaga research yang penuh dengan informasi yang amat mutakhir menggunakan alat-alat canggih yang belum terpikirkan meskipun sejak seratusan tahun yang telah lalu?

Dengan demikian data apapun yang telah dijejalkan ke dalam otak saya ini, selama ini, yang saya terima baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, patut disesuaikan dengan pola dan jenis semua pembaruan pengetauan yang ada, karena adanya perubahan pengetauan yang berkelanjutan itu. Waktu saya lahir dahulu pada tahun 1938, pengetauan manusia mengenai biologi masih amat terbatas. Manusia bisa saja mati, tetapi semua orang yang hidup waktu itu hanya menerima nasib atas meninggalnya si mati tadi. Seorang yang muda seperti Oom saya yang meninggal pada usia 37, tidak pernah ada yang melakukan elaborasi sebab yang lebih mendalam. Nenek saya kalau ditanya, jawabnya juga tidak tau dan tidak ada keinginan untuk tau. Tetapi sekarang orang akan membicarakan gagal jantung, gagal ginjal dan lain-lain yang menyebabkan hal yang mendasar bagi manusia, yaitu gagal hidup seterusnya.

Apa selanjutnya?

Masa depan??

Iya benar, masa depan!

Karena saat ini kita belum bisa mendefinisikan secara medis: apa itu yang disebut nyawa, sukma dan ruh, hal ini tidak membuat manusia bisa dikatakan sebagai manusia yang “bodoh” oleh anak cucu serta cicit kita yang hidup pada era dua ratus tahun sejak sekarang, misalnya pada tahun 2209?

Kita misalkan saja pada tahun 2209 sudah bisa diterangkan apa yang disebut dengan nyawa, sukma atau ruh itu secara medis.

Saya juga mulai ikut terbawa pendapat, oleh beberapa orang-orang yang menganut pendapat bahwa apa yang disebut Tuhan adalah sesuatu yang, pada saat ini tahun 2009, kita tidak mengerti. Tidak mampu menjangkau dengan pengetauan yang ada. Jadi dengan pengetahuan yang dimisalkan sudah jelas: apa itu yang disebut dengan nyawa, sukma atau ruh itu pada tahun 2209, apakah kita akan mengetaui dan mengerti apa itu Tuhan yang sebenarnya? Saya pikir bukan semudah itu. Apa yang dipercaya oleh semua agama, yang Islam menggunakan bahasa Arab dengan kata Allah, yang Kristen menggunakan Allah Bapa dan yang menggunakan Sang Hyang Widi, saya duga masih tetap akan menyembah Sang Pencipta Alam yang satu ini, yang selama ini kita kenal sebagai Tuhan. Bayangkan saja betapa besarnya alam itu. Yang disebut dengan Jagad Raya, Bima Sakti itu adalah sebuah kumpulan bintang planet dan benda-benda angkasa (ada 100 s/d 400 miliar atau 1 s/d 4 kali 10 pangkat 11 buah) yang amat luas cakupannya. Konon jarak kedua tepinya sampai sekitar 100.000 tahun cahaya. Berapa satu tahun cahaya itu jaraknya?

Ini kita dapat dari Wikipedia: Tahun cahaya (bahasa Inggris: light year) adalah satuan panjang yang didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh cahaya dalam satu tahun melewati ruang hampa udara. Istilah tahun yang digunakan untuk perhitungan adalah tahun Julian yang mempunyai 365,25 hari atau 31.557.600 detik. Kadang kala rata-rata tahun tropis 31.556.925,9747 detik digunakan. Karena cahaya menempuh kecepatan 299.792.458 meter per detik (meter per detik) dalam ruang hampa udara, menggunakan tahun Julian, maka satu tahun cahaya sama dengan 9.460.730.472.580.800 kilometer (5.878.625.373.184 mil).

Bila angka ini dikalikan 100.000 (panjangnya Bima Sakti) maka akan menghasilkan angka yang dimulai dengan 9.460 di belakangnya ada total jenderal: 9.460.460.730.472.580.800.000 dikalikan seratus lagi

Sebuah angka yang saya kehabisan kata karena diikuti oleh dua puluh satu buah angka di belakangnya (hanya untuk mengucapkannya) dengan satuan kilometer. Bagaimana kalau satuannya sentimeter?? Angka dalam kilometer akan menjadi 29 (duapuluh sembilan) angka (dalam sentimeter), karena 1 kilometer sama dengan 1 x 100.000 senti meter.

Upaya kita mendapatkan data seperti di atas adalah hanya ingin membuktikan bahwa kita ini hanya ibarat sebuah neutron di dalam sebuah atom, laksana sebuah titik kecil, malah kecilll sekali di jagad raya, di dalam Bima Sakti atau Galaxy yang juga dikenal dengan kata Milky Way. Dari gambaran di atas, maka saya berusaha menggambarkan Milky Way ini seperti kueh yang mendekati bentuk doughnut atau donat tetapi di dalamnya seperti spiral dengan bentuk yang tidak teratur. Ukurannya: panjang diameternya: 100.000 tahun cahaya, dan tebalnya 1000 tahun cahaya.

Tuhan di dalam benak saya ketika saya masih anak-anak dan Tuhan di dalam benak saya setelah menjadi kakek 71 tahun, sungguh berbeda kebesarannya. Mau pakai ukuran physic seperti kita pahami saat ini, baru 26 angka saja, saya sudah pusing tujuh keliling. Yang paling mengejutkan saya adalah: bahwa di alam ini ada miliaran, ya benar ada bermiliar-miliar, Bima Sakti atau Galaxi atau Milky Way. Sekarang anda akan setuju kan kalau apa yang kita sebut sebagai Tuhan itu Tuhan Yang Maha Besar, Allahu Akbar, God Almighty?

Di Planet Bumi ini, saat ini ada sekitar enam miliar manusia.

Kalau 70% dari mereka beragama dan mempercayai adanya kekuatan Illahi, sedang sisanya adalah kaum Atheis dan Agnostik, maka masih perlukah kita, manusia ini, membela, mempertahankan kebesaran Tuhan?

Untuk itu semua banyak yang mengambil sikap berpotensi konflik dengan sesama manusia yang memang berlainan sejak awal dan hidup bersama di Planet Bumi?

Mampukah kita membela Tuhan?

Si manusia yang seperti neutron itu?

Marilah kita terima kodrat kita masing-masing yang memang berlainan itu, lain physic nya dan lain pula daya dan pola berpikirnya atau mindsetnya. Apabila kita menghayati betapa kecilnya manusia, maka sudah seharusnya tidak ada satu orangpun yang boleh serta pantas bertindak apapun atas nama Tuhan.

Adalah perbuatan yang keblinger dan kurang patut kalau ada seseorang yang memaksakan kehendaknya kepada siapapun orang lain, yang menyangkut kepercayaan yang dianut, oleh siapapun, yang tidak sama dengan yang selama ini dipercayai olehnya.

Saya meyakini bahwa apa yang saya dapat di atas, adalah sesuatu yang tidak mungkin bisa saya tuliskan pada tujuh tahun yang lalu. Saya yang saat ini masih lengkap dengan isi ‘saya’ di dalamnya, sudah lain, sudah menua, dan segera serta cepat bertindak menuliskan ini semua agar tidak terlupakan pada keesokan harinya.

Saya terkesan dengan sebagian isi email yang berisi kata-kata seorang manula yang umurnya sudah melebihi 90 tahun, bernama Regina Brett dari Cleveland, Ohio, Amerika Serikat: Life is too short to waste time hating anyone … Hidup itu terlalu singkat, menghabiskan waktu dengan membenci seseorang …

Anwari Doel Arnowo

24/10/2009 - 21:25:13

No comments: