Sunday, September 6, 2009

Saya pernah menulis yang senada, judul JIPLAK, baca bagian bawah


Indonesia-Malaysia
Sesama Penyolong Jangan Saling Mendahului

Minggu, 6 September 2009 | 03:00 WIB

Remy Sylado

Kompas ikut membikin ramai klaim-klaiman Indonesia terhadap Malaysia, mencantumkan judul lagu ”Terang Bulan” sebagai ciptaan orang Indonesia.

Sebelumnya beberapa brodkas TV stel yakin mencocokkan lagu kebangsaan Malaysia ”Negaraku” dengan lagu ”Terang Bulan”. Malahan seseorang yang mengaku anak Sjaiful Bachri, pemusik Indonesia yang pernah ”lari” ke Malaysia, sebagai pencipta ”Terang Bulan”.

Salah satu, jika bukan satu-satunya media pers Indonesia pada 1957 yang memuat berita tentang ”Terang Bulan” menjadi lagu kebangsaan Malaysia adalah majalah Musika No 1 Th I September 1957. Majalah yang dipimpin Wienaktoe itu menurunkan berita berjudul ”Negaraku” sebagai berikut: ”Melodi lagu ’Terang Bulan’ jang kesohor itu achirnja dengan resmi diterima sebagai lagu kebangsaan Malaya pada hari kemerdekaan tanggal 31 Agustus 1957 j.l. dengan diberi nama dan tekst baru ’Negaraku’. Pihak RRI dan Pemerintah Indonesia untuk menjatakan penghargaannja, telah melarang diputar dan dimainkan atau diperdengarkan melodi tsb pada setiap kedjadian biasa”.

Kalau kita membaca Het Nationale Volkslied oleh Margreet Fogteloo & Bert Wikie (AW Bruna Uitgevers BV Utrecht), jelas diuraikan bahwa ”Negaraku” yang dulu di Indonesia dikenal sebagai ”Terang Bulan” adalah ciptaan orang Perancis bernama Pierre Jean de Béranger (1780- 1857).

Siapa sebenarnya orang ini? Ensiklopedia pertama yang terbit setelah Indonesia merdeka, Ensiklopedia Indonesia, 1954, oleh TS Mulia dan KAH Hidding mencatat nama Pierre Jean de Béranger sebagai pencipta sejumlah lagu rakyat (Pr chanson populaire, Ing. folk song, Bld, volkslied). Di antara ciptaannya yang terkenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Perancis di sini, Februari-Agustus 1811, sampai digegaskannya Bandung sebagai Parijs van Java, 1925, adalah Chansons morales et autres, Chansons nouvelles, Chansons inédites.

Selama itu, pengaruh kebudayaan Perancis di Indonesia, jadi bukan di Malaysia, memang besar. Di Manado, yang sekarang disebut katrili, dan merupakan kesenian tradisional, berasal dari kata bahasa Perancis quadrille. Lalu, di Bandung, teater tradisional longser merupakan serapan kata bahasa Perancis, aba-aba seorang sutradara mengucapkan kata longer untuk bergerak lalu. Dan, jangan lupa kereta sado di Batavia berasal dari bahasa Perancis dos à dos, artinya duduk saling memunggung.

Tetapi, di antara tokoh-tokoh seni Perancis yang pernah lama mukim di Indonesia, bukan Malaysia, adalah penyair terkemuka perkusor Simbolisme abad ke-19, Arthur Rimbaud. Pada 1876 penyair ini tinggal di Salatiga sebagai serdadu batalion I infanteri. Tentang dirinya di Salatiga bisa dibaca dalam Het Koninklijk Negerrlands-Indisch Leger 1830- 1950 oleh Zwitzer & Heshusius (Staatsuitvegerij ’s-Gravenhage).

Salah seorang sahabat Rimbaud, René du Bois, bahkan menetap di lereng gunung Ungaran sampai tua, dan termasuk yang dikunjungi Mata Hari (Margareha Geertruide Zelle) sang ’polyglot harlot’ yang dieksekusi mati oleh otoritas Perancis pada Perang Dunia I sebagai mata-mata.

Maunya, dengan sekelumit gambaran ini, jangan sampai gairah klaim-klaiman Indonesia terhadap Malaysia lantas melupakan peribahasa ”semut di seberang laut tampak gajah di depan mata tak tampak”. Sebab, kita juga punya kebiasaan nyolong.

Sebagai pembuka ingatan, perhatikan dua lagu yang dianggap memiliki pathos kebangsaan, yaitu lirik ”Dari barat sampai ke timur berjajar pulau-pulau”, dan ”Kulihat Ibu Pertiwi sedang bersusah hati”. Yang pertama mengingatkan lagu Perancis ciptaan Rouget de Lisle. Memang hanya bagian depan, bagian yang sama dimanfaatkan Beatles juga.

Tetapi yang kedua, ”Kulihat Ibu Pertiwi sedang bersusah hati”, adalah 100% pencurian atas lagu gereja ”What a Friend We Have in Jesus”. Tidak tahu apa ilusi grup musik perempuan asal Surabaya, Dara Puspita, pada 1960-an menyanyikannya menjadi ”Ibu Pertiwi sedang bersusah”. Lagu himne ini aslinya diciptakan oleh Horatius Bonar pada lirik dan Charles Crozat Converse pada musik, dan dicatat hak ciptanya pada 1876 lewat Biglow & Main.

Harapannya, dalam klaim- klaiman yang sedang panas sekarang ini, jangan pula melahirkan pemeo baru ”Sesama pencuri jangan saling mendahului”. Sebab, ujungnya kalau urusan marah-marah ini dibeberkan dengan kasus-kasus plagiat yang ternyata tidak sepi di Indonesia, malunya harus ditanggung bersama.

Sekadar contoh lain untuk mengingatkan itu, pada 1971 Markas Besar Angkatan Darat, ditandatangani oleh Brigjen Soerjadi, telah membuat malu memberi piagam kepada Ismail Marzuki sebagai komponis yang disebut mencipta lagu ”Auld Lang Syne”. Periksa Lagu-Lagu Pilihan Ismail Marzuki, oleh WS Suwito, Titik Terang, Jakarta. Tentu saja ini ngawur yang menyedihkan. Lagu ”Auld Lang Syne” itu nyanyian tradisional Skot yang digubah oleh Robert Burn dan dicatat penciptaannya melalui Preston & Son, London, 1799.

Sebelum itu, Ismail Marzuki disebut juga sebagai pencipta lagu ”Als die orchideeën bleien” dan ”Panon Hideung”. Padahal, lagu yang pertama, yang kemudian berlirik bahasa Indonesia ”Bunga anggrek mulai timbul”, adalah ciptaan Belloni, pemimpin orkes Concordia Respavae Crescunt, yang dinyanyikan oleh Miss Lie pada 1922.

Yang kedua, ”Panon Hideung” adalah lagu tradisional Rusia, diaransemen di Amerika oleh Harry Horlick & Gregory Stone dan masuk hak cipta pada 1926 di bawah Carl Fischer, Inc, lalu diperkenalkan di Indonesia, melalui Bandung pada tahun yang sama oleh pemusik Rusia bernama Varvolomeyev.

Termasuk Presiden RI Soekarno, pada 1961 membuat kesalahan memberikan Piagam Widjajakusuma kepada Ismail Marzuki, yang menyebut dalam piagam itu bahwa lagu ”Hallo- hallo Bandung” adalah ciptaan Ismail Marzuki. Padahal, lagu itu aslinya ciptaan seorang prajurit Siliwangi bernama Lumban Tobing yang dinyanyikan bersama peleton Bataknya dari long march Yogya-Bandung di zaman revolusi. Tentang kematiannya bisa dilihat lukisannya di Museum Siliwangi, Jl Lembong, Bandung.

Lagu ”Hallo-hallo Bandung” ciptaan Lumban Tobing ini hanya sama judul, tapi beda melodi dan lirik dengan lagu Belanda nyanyian Willy Derby pada 1929 ketika radio NIROM (Nederlands Indische Radio Omroep Maatschappij) beroperasi di Bandung versi baru rekaman ini dinyanyikan lagi oleh Wieteke van Dort di TV Belanda dalam De Stratemakeropzeeshow, 1972, dan dicetak teksnya pada 1992 dalam De Wduwe van Indië.

Nah, ”Terang Bulan” juga tersua dalam De Wduwe van Indië dalam dua teks, yaitu bahasa Indonesia gaya KNIL dan bahasa Belanda. Kita baca teks yang pertama saja:

Terang boelan

terang boelan di kali

Boewaja timboel

katanja lah mati

Djangan pertjaja

orang lelaki

Brani soempa

dia takoet mati.

Asal saja teks lama di atas tidak jadi ejekan kepada kita, Indon, sebagai ”brani soempa, dia takoet mati”. Kalau ada tuduhan begitu, rasanya elok diingat teriakan Bung Karno dulu, ”Ganyang Malaysia!”

Remy Sylado Pengamat Musik, Novelis, Dramawan

Nilai 5 A A A
Ada 3 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda
hiku @ Minggu, 6 September 2009 | 13:48 WIB
mengakui kelemahan dan kesalahan sendiri emang susah.. so better cari pihak lain sebagai pelampiasan emosi. it's what we 've done now
Diana @ Minggu, 6 September 2009 | 13:18 WIB
Makanya media-media Indonesia sebelum ngompor-ngomporin rakyat cek dulu faktanya. Back to journalism basics..
dimas @ Minggu, 6 September 2009 | 11:10 WIB
buset... lengkap abiss.. salute bung remmy..



http://www.youtube.com/watch?v=JPcNnHEsFM0 Mamula Moon

Jiplak

Created by Anwari Doel Arnowo

Thursday, June 29, 2007

Saya sedang di depan department store BAY di simpang empat Yonge-Bloor East, Toronto, pada tanggal 23 Juni 2007, ketika terlihat oleh saya ada tiga orang pemusik menggunakan guitar dengan pelengkap pengeras suaranya dengan piawai dan professional. Mereka ini ternyata bukan pengamen, karena mereka berdiri di atas panggung kecil. Biarpun panas matahari yang terang benderang seperti di Jakarta, mungkin sesuai ramalan yang 31˚ Celsius, suasana jadi segar. Segar? Benar, jadi segar karena ada lagu yang seakan mengikat dan menarik pendengaran saya ke arah suara guitar dan paduan suara mereka bertiga yang nyaman. Yang terutama amat menarik perhatian saya diluar itu semua adalah lagunya. Saya tidak usah terlalu lama memikirkannya karena saya mengenali lagu itu sebagai amat populer di Indonesia, yang terkenal dengan nama Kopi Dangdut. Daaaaaang — duuuttt!!

Saya lihat para penyanyinya menurut kiraan saya adalah ras asal Latino (Amerika Selatan). Memang sudah lama sekali saya tau bahwa Kopi Dangdut adalah jiplakan yang menjadi amat luar biasa terkenalnya, maka saya mendekati ke arah panggung kecil itu. Saya bilang panggung kecil akan tetapi tidak kecil karena trottoir disitu lebarnya hampir sepuluh meter. Salah satu yang tidak menyanyi ada di belakang panggung, ke arah dialah saya mendekat. Saya bilang: ”Excuse me, could you be so kind to tell me, what is the name of this song they are singing right now?” sambil menunjuk ketiga orang yang sedang menyanyikan lagu Kopi Dangdut tetapi dalam bahasa Spanyol. Kalau saja saya tidak tahu bahwa itu jiplakan, pasti saya bangga juga dong ada orang asing, dalam bahasa Spanyol menyanyikan lagu Indonesia.

Orang itu menjawab: “I am sorry Sir, but I am only a sound man, really, I am sorry I can not help you with that. They should know” katanya juga sambil mengindikasikan kepada para penyanyi tersebut. Saya menyahut Thank You sambil beranjak pergi, karena saya tergesa hendak menuju ketempat lain, jadi saya tidak menunggu mereka berhenti menyanyi, untuk memenuhi keinginan tahu saya apa nama judul asli lagu Kopi Dangdut yang saya duga berasal dari Cuba itu. Yang penting sekarang saya bertambah yakin!

Lagu ini telah populer di Indonesia karena dinyanyikan sambil bergoyang-goyang secara sensual oleh Camelia Malik, ternyata memang benar-benar berasal dari Cuba dan bernama Maliendo Café. Saya belum mendengar keluhan atau tuntutan dari manapun soal ini.

Sekarang saya ingin merujuk kepada jaman dahulu, sudah lama sekali, pada waktu jamannya pak Ibnoe Soetowo berkuasa di Pertamina. Saya belum bisa mengingat entah apa nama sebuah restoran di San Francisco ("RAMAYANA"?) yang lengket dengan seorang celebrity penyanyi yang bernama Bob Tutupoly disitu. Yang jelas restoran tersebut ada kaitannya dengan kegiatan Pertamina.

Seorang penyanyi lain yang bernama Bing Slamet pernah menyanyi disitu. Bung Bing ini, yang favourite saya, apalagi pernah saya beruntung telah sempat mengobrol beberapa kali bersama dia, menyanyikan sebuah lagu yang berjudul: I left My Heart in San Francisco.

Ada apa pula yang terjadi dengan lagu ini? Ada lho… …

Lagu merdu ini dinyanyikan dengan langgam keroncong, yang jadi tambah merdu pula bagi telinga orang Indonesia. Tetapi apa lacur?? Bukan masalah lagunya. Masalahnya adalah iramanya! Langgam keroncong!! Bung Bing dan kawan-kawannya dituntut melanggar undang-undang hak cipta, gara-gara langgam keroncong. Saya memang tidak bisa mengikuti kasus ini karena mungkin tidak ada berita yang menjadi kelanjutannya di Indonesia.

Rupanya bukan Kopi Dangdut dan Keroncong saja yang mengganggu pikiran saya.

Masih banyak dan masih banyak lagi.

Anda kan pasti tahu lagu Sunda yang namanya Panon Hideung, lagunya enak dan berbahasa Sunda.

Isi kata-katanya memuji kecantikan mata yang hitam seseorang. Seingat saya lagu ini dikatakan sebagai “ciptaan” Ismail Marzuki. Mungkin sekali pak Ismail Marzuki ini hanya bermaksud menyadur saja, dan masyarakatlah yang mengatakan bahwa itu ciptaannya. Akan tetapi ketika saya mencoba memainkan pada instrumen piano, sebuah lagu bernama Dark Eyes saya lupa ciptaan siapa, ternyata lagunya persis sama. Padahal ini adalah lagu lama yang saya duga lagu milik Rusia dan yang banyak dinyanyikan dalam kehidupan dari bangsa yang suka berpindah-pindah tempat tinggalnya (Nomad, Gypsi) dari Rumania, Eropa. Kalau pendapat saya ini diragukan maka saya kira keaslian lagu Dark Eyes bisa dikonfirmasi kepada ahlinya yang akan bisa diketahui nama pengarang dan tahun berapa dikarangnya. Kemudian kita bandingkan dengan waktu dan tahun Ismail Marzuki dilahirkan.

Wah pikiran saya jadi menjalar kemana-mana karena masih ada juga yang mengganjal dihati saya.

Pada jaman Presiden Suharto memerintah, pernah dikomandokan agar semua tingkat anggota masyarakat melakukan senam dengan teratur. Istilah perintahnya mungkin menggunakan kata imbauan, tetapi karena yang mencanangkan seorang seperti dia, maka kedengaran dan dilaksanakan seperti komando militer. Senam pagi menjadi semacam “kewajiban”, dan tiba-tiba dengan deras dan kencang muncullah sebuah lagu untuk senam yang populer. Tingkat kepopuleran dan lajunya amat cepat. Saya berusaha mendapat keterangan siapa sih pengarangnya, karena saya pernah mendengar lagu itu entah dimana.

Akhirnya, setelah beberapa lama kemudian, saya teringat bahwa lagu itu sebenanya adalah lagu latar belakang dari sebuah film seri drama dengan pelaku utama bintang film yang kocak seperti Benyamin Sueb, hanya saja di mukanya ada tahi lalat yang cukup besar. Filmnya bukan film Indonesia tetapi film Jepang, pada waktu saya dulu belajar disana pada awal tahun 1960an. Bintang filmnya namanya saya sudah lupa juga, akan tetapi nama peran didalam film itu adalah Tora, jadi terkenalnya: Tora San.

Saya kira ini bisa dilacak seperti halnya lagu Dark Eyes.

Pada suatu saat, saya menonton film Jepang di kedutaan Jepang di Jalan Thamrin yang gedungnya sudah almarhun karena telah dibongkar dan berdirilah Plaza Indonesia. Ada petugas kedutaan yang orang bangsa Jepang di situ, yang ikut juga menonton bersama kami para undangan terbatas. Saya tidak memperhatikan judulnya, karena saya sedang kangen mendengarkan bahasa Jepang. Ternyata film yang diputar adalah film drama yang diperankan oleh Tora San. Nah waktu terdengar lagu latar belakang film seri yang sudah saya sebut diatas, dengan cepat saya gamit orang Jepang tersebut perlahan sambil berbisik dengan perlahan.

“Anda kan sudah lama disini, ya?” kata saya, dan dia mengangguk.

“Anda pernah mendengar lagu ini disiarkan di televisi-televisi Indonesia, kan?”

Dia mengangguk lagi. Masih diam saja.

Tidak sabar, saya melanjutkan bertanya: “Ini lagu Jepang, kan?”

Eh, eh, malahan dia menengok ke arah saya dan menaruh jari telunjuknya bersilang dengan bibirnya.

Ah, sial pikir saya, dia menganjurkan untuk tidak berkata-kata selama melihat film. Okay, sayapun diam sampai akhir cerita film, dan para penontonpun istirahat keluar ruangan sambil menunggu film yang berikutnya.

Ternyata diluar ruangan dia datang mendekat, tersenyum kecut, sambil membongkok dengan sikap apologetic.

Dia berkata dengan lemah lembut: “Saki hodo, honto ni sitsurei shimashita = Mengenai masalah tadi, saya benar-benar minta maaf”. Dan selanjutnya dia mengatakan bahwa itu benar lagu Jepang dan dia tidak ingin didengar oleh orang lain kalau dia menjawab masalah tersebut seperti itu. “Bukankah banyak yang bisa bahasa Jepang disitu?” tambahnya.

Akhirnya saya juga harus meminta maaf kepadanya karena pertanyaan saya tadi telah menimbulkan sedikit kerepotan terhadap dirinya. Yang jelas, hati saya menjadi lega dan saya menyadari telah “agak keliru” karena menilai telah menganggap dia kurang sopan menyuruh saya diam, dengan jalan memberikan tanda telunjuk bersilang di bibirnya.

Contoh-contoh diatas lengkap dengan conto-contonya adalah lagu-lagu yang telah dijiplak, dicontek, dipalsukan dan istilah-istilah lain yang senada yang menimbulkan rasa kurang menyenangkan hati siapapun.

Semua kata yang mewakili istilah itu pada intinya dan yang sebenar-benarnya adalah sama saja artinya dengan mencuri, mengambil hak orang lain. Dalam hal ini hak orang asing dari bangsa yang negaranya lain.

Ah, ternyata masih ada lagi.

Semua orang dari anak-anak sampai yang dewasa, belum berselang beberapa tahun ini telah ikut keranjingan dan tergila-gila kepada sebuah lagu berjudul Cucak Rowo, yang kata-katanya agak cabul tetapi lucu, kurang sesuai untuk kanak-kanak. Beberapa teman sebaya saya, yang dulu mengalami menjadi anggota Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) pada masa kanak-kanak, mengatakan bahwa itu adalah lagu KBI: Yippi yaa yippi yippiii yeeeeee, begitu kata mereka lagunya.

Pada suatu saat reuni SMA IIIB kota Malang di Bandung, ada sebuah team yang berpartisipasi menyanyikan secara paduan suara terdiri dari suami-istri berpasang-pasangan, irama dan lagu yang itu, tetapi menggunakan kata-kata salah satu bahasa, saya tidak pasti apakah bahasa Jerman atau bahasa belanda. Kepada salah satu anggota yang ikut menyanyikannya, sempat saya tanyakan, dan dia menjawab bahwa lagu itu oleh KBI telah ditiru dari Eropa.

Pada musim panas tahun lalu, saya sedang berada di sebuah toko di Eaton Centre, di Queen Street, Toronto.

Oleh karena sedang menunggu istri saya yang berada di bagian lain, saya menjadi iseng. Saya berada di bagian buku-buku untuk khusus kanak-kanak. Ada display sebuah buku dan salah satunya ditempel ke dinding.

Tetapi anehnya ada sebuah tombol yang ditaruh secara mencolok. Saya dekati dan bisa saya baca: A singing book.

Saya tekan tombol, di monitor kecil muncul petunjuk-petunjuk bagaimana membunyikan lagu dan akan muncul kata-katanya, seperti halnya di sebuah computer saja layaknya.

Saya menekan kearah petunjuk gambar yang memperlihatkan sekumpulan anak-anak yang berkemah di pinggir sebuah tanah lapang. Apa yang terdengar, suara sekumpulan anak-anak yang menyanyi dengan gembira dalam bahasa Inggris. Lagunya? Pasti bisa anda tebak: lagu Cucak Rowo dengan irama lagunya yang gembira. Kali ini saya terpesona, terpana dan kaget tidak bisa berkata, dumbfounded. Pelayan toko di bagian itu mendekat dan menyapa saya: “Is everything all right, Sir?” Rupanya dia melihat mata saya melotot.

Kita semua mestinya menduga-duga dan menyangka apapun yang bisa masuk akal kita sendiri. Yang kita ketahui dari masalah ini, dan yang secara mudah bisa kita cerna adalah terjadi karena melalui proses dalam masa yang panjang, di mana sebelum pernah ada perhatian Hak Cipta dan Hak Intelektual. Kalaupun ada yang semacam ini, biasanya itu hanya terjadi dan berlaku undang-undangnya di dalam suatu negara tertentu saja. Sekarang masalah seperti ini sudah global, sudah mendunia.

Bukankah kita pernah membaca perebutan pengakuan hak mengarang lagu terkenal: Bagimu Negri?

Perebutan ini terjadi diantara antara dua orang pengarang lagu yang seingat saya seseorang dengan Koesbini.

Tidak jelas bagi saya, siapa menjadi pemenangnya.

Saya duga Koesbini adalah pemenang.

Di Jepang pun, pernah terjadi suatu peristiwa yang telah menjadikan proses terkenalnya lagu Bengawan Solo nya pak Gesang.

Begitu terkenalnya lagu itu pada sekitar tahun 1963an, sampai pada waktu seorang penyanyi dengan gaya rock menyanyikan lagu Bengawan Solo dengan seenak isi perut dia. Yang keluar dari mulutnya adalah: Bengawangngngng sorrroo, soro sottt !!!. Semua orang Indonesia yang waktu itu betempat tinggal di Jepang kaget sekali, ketika pertama kali mendengarnya. Celaka dua belas, masyarakat umum sebagian besar karena telah menjadi penggemarnya, ya terikut ulah dialah akhirnya.

Saya duga sampai sekarang lebih berkesan yang keliru ini dari pada yang benar.

Perkumpulan serdadu-serdadu Jepang yang pernah ikut menyerbu Indonesia dan ikut pula mendudukinya, telah pernah mendatangkan pak Gesang ke negeri Sakura, Jepang, dan memberikan penghargaan kepadanya sesuai serta pantas dan selayaknya.

Bukan bengawan Solo saja yang dikacau-balaukan.

Ada yang namanya It’s Now or Never oleh Elvis Presley. Saya memang kuno dalam hal ini, tapi kan memang saya orang yang sudah tua.

I am old fashioned because I am an old guy.

Lagu gaya Elvis itu banyak yang suka, terutama orang yang belum pernah mendengarkan bagaimana aslinya.

Lagu aslinya bernama : O SOLE MIO dan biasanya dimainkan dengan style tremolo atau dengan alat music mandolin yang bergetar suaranya.

Kita juga tanpa sadar tidak mengetahui bahwa lagu kanak-kanak orang Barat Twinkle Twinkle Little Star dan lagu alphabet ABCDEFG, itu persis sama lagu dan iramanya. Lagu Old McDonald has a Farm juga mirip.

Dulu saya selalu dicekoki oleh pengertian bahwa lagu klasik itu awet sepanjang masa dan orang tidak bosan karenanya. Sepanjang hidup saya, saya mengamati bahwa tidak semua orang suka dengan pengertian itu. Mereka yang sebaya dengan anak saya, kurang suka musik klasik.

Mayoritas mereka adalah pembenci lagu keroncong juga.

Mendengarnya saja, akan mungkin langsung menggantinya dengan kesukaan mereka sendiri.

Saya penggemar lagu klasik karangan Wolfgang Amadeus Mozart, Johann Strauss dan Strauss-Strauss yang lain, F. Chopin, Mendelssohn dan Tchaikovsky, Beethoven dan Brahms serta yang lain-lainnya, tetapi saya juga mengenal Glenn Miller, Dave Brubeck dan George Shearing. Beruntung sekali saya, yang di dalam dunia vokalia di Indonesia saya kenal dengan almarhum Pranajaya dan teman saya satu sekolah di SMP: penyanyi Onny Soerjono yang dulu beristrikan Tuti Soebardjo. Meskipun saya tidak kenal, cuma pernah bersama istri saya bersalaman satu kali saja dengan Titiek Puspa, saya adalah penggemar lagu-lagu karangannya yang amat banyak itu.

Bagaimanapun, sebagaimana halnya setiap orang yang sepanjang hidupnya mengenal dan menggemari musik, saya juga mempunyai favourite lagu dan tetap menganggap lagu itu seperti benda yang amat berharga. Kalau disuruh memilih lagu ini atau memilih istri saya, ya saya memilih istri saya. Kalau disuruh memilih lagu itu dan uang tunai seratus ribu CANDollar, saya memilih uang. Hanya sekian sajalah kesukaan saya kepada lagu favourite.

Kalau dilarangpun kan saya masih bisa menyanyikannya didalam hati!! Siapa takut?? Saya kan masih sehat!!

Lagu kesukaan saya adalah lagu yang dinyanyikan oleh Nat King Cole berjudul: Fascination yang dikarang pada tahun kelahiran saya: 1938.

It was fascination, I know

Seeing you alone with the moonlight above……

…………….like this ……..

……………… when I touched your hand ….

……………………………….. wah …………

Lagunya menghanyutkan dan mengharu biru hati saya. Perasaan haru ini tidaklah harus ada hubungannya dengan rasa hubungan percintaan manusia heterosexual atau manusia jenis lain.

Irama lagunya lah yang sungguh mengasyikkan.

Kalau sudah begini saya bisa lupa masalah surga, neraka, demokrasi dan korupsi ….

Sampai hari inipun saya masih menyukai Fascination.

Created by Anwari Doel Arnowo

Thursday, June 29, 2007

---oo000ooo---




Tuesday, September 1, 2009



Created by Anwari Doel Arnowo Selasa, 25 April 2006 - 20:12:07

Kotor

Dirty - Kitanai - Najis – Schmutzig

Inggris Jepang Arab Jerman

Kotor adalah kotor, kata seorang yang extremist. Tetapi bagi orang yang horizonnya lebar dan jauh, mungkin mempunyai pendapat yang berbeda. Kotor kata si A belum tentu kotor kata si B. Kotor bagi seorang manager sebuah hotel bintang lima, belum tentu sama dengan kotor bagi pemulung sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Bantar Gebang, Bekasi. Ini semua adalah keadaan kotor physical. Namun ada keadaan kotor yang tidak tampak. Kotor tidak tampak contohnya ada di kulit kita, kulit pembungkus badan manusia. Kotoran yang ada di sini meskipun juga physical sifatnya, akan tetapi tidak tampak juga. Apa yang ada pada dan “di dalam” kulit manusia? Ada kuman ada jamur dan binatang-binatang kecil yang tidak tampak kalau dipandang dengan mata telanjang. Kuman? Binatang? Ah, masa ,,,, . Kalau kita berani mengamati melalui kaca pembesar yang sekaliber dengan microscope, kita mungkin merasa jijik juga. Itulah sebabnya, sehari-hari kita tidak merasa jijik hanya karena tidak melihatnya. Tetapi sebaiknya kita menunggu sedikit dengan sabar sebelum kita mengetahui yang berikut ini.

“Kotoran” di dalam kulit dan di atas kulit manusia biasanya merupakan unsur-unsur yang justru merupakan penunjang bagi kesehatan kulit itu sendiri.

Jenis yang lain dari kotor yang tidak tampak adalah pola pikir manusia. Apa yang kotor menurut seorang pastor tidak sama dengan kotor versi seorang kyai atau seorang mucikari atau seorang gelandangan yang sudah amat lama tidak memiliki tempat tinggal dan penghasilan yang amat tidak menentu. Saya sendiri selalu merujuk pada setiap kesempatan dengan pengertian sebagai berikut. Janganlah menjadi fakir karena fakir bisa menjerumuskan orang pada perbuatan kufur (jahat – tidak terpuji). Janganlah kita ini menjadi fakir karena kita lahir didunia ini telah dilengkapi dengan akal. Biarpun ada yang positive atau sebaliknya, yang kedua-duanya juga akan mendatangkan hasil kerja bagi orang yang melakukannya. Akal positive gampang untuk dilihat, berpendidikan cukup agar bisa berkecukupan. Sebaliknya dari keadaan ini adalah begitu nestapa hidupnya seseorang, dia tidak mampu untuk tau bahwa perbuatannya yang tidak baik itu, sebenarnya tidak baik. Dia hanya memakai naluri kebinatangannya untuk dapat tetap hidup di dunia. Naluri kebinatangannya timbul karena butuh untuk hidup. Fakir ternyata bukan saja fakir harta benda, akan tetapi juga bisa fakir akal dan fakir budi atau malah fakir akal budi. Jenis fakir yang terakhir ini dapat menghinggapi siapa saja yang, baik orang pandai, orang bijaksana, orang bodoh dan orang kaya raya sekalipun.

Orang kaya yang fakir akal budinya tidak memikirkan misalnya, meluaskan area real estate yang dipunyainya dengan area kepunyaan orang miskin yang “direbutnya” dengan segala macam taktik legal yang diciptakannya. Orang miskin pemilik tanah yang digusurnya diberi ganti secukupnya dengan menyebutnya memberi ganti rugi. Ini adalah sumber dari segala keributan dalam pada saat sebelum, sedang dan sesudah pembangunan project industri, project jalan raya, project jalan toll dan lain-lain. Pembayaran ganti rugi ini ditekan sekecil-kecilnya yang tentu saja menguntungkan mereka yang membiayai pembebasan tanah, mengerahkan preman dan alat negara yang korup di sekitar kegiatan project semacam ini. Keuntungan orang-orang yang termasuk golongan ini adalah amat astronomical menabrak langit. Dan sebaliknya yang dilindasnya akan mengalami nasib buruk sampai lama sekali. Bukan sekali atau dua kali saja sebuah jalan toll diblokade oleh penduduk yang tanahnya dibeli dan belum atau tidak dibayar. Hari inipun sebuah jalan toll didaerah Jakarta Selatan (Cikunir) juga mengalami peristiwa seperti itu. Semua kekisruhan seperti ini terjadi karena fakirnya akal budi sebagian orang yang di dalamnya, ada preman, calo- calo, pejabat dan alat-alat Negara. Karena ada unsur rasa tidak menyenangkan: dipaksa menjual tanah yang tidak dengan suka rela , tentunya istilah yang sesuai dan pantas diberikan adalah ganti untung. Siempunya tanah harus diganti dengan penggantian yang menurut nilai kepantasan adalah sekitar lima kali dari nilai harga tanah yang berlaku.

Semua yang disebutkan sebagai perilaku yang menyimpang diatas adalah akibat kefakiran akal budi, yang patut disebut sebagai kotor, kitanai, schmutzig dan najis. Najis dalam akal budi, saya nilai lebih kotor dari kaki yang berlumuran lumpur karena berjalan tanpa alas kaki.

Saya tidak berani mengatakan bahwa yang mengusulkan Rencana Undang Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi adalah orang yang berpikiran kotor atau tidak. Saya orang yang tidak sesuai untuk memberikan penilaian. Tetapi gerakan pro dan kontra masalah ini telah menyita perhatian orang Indonesia kearah kerugian moril dan materiil serta moral. Kerugian waktu karena tidak dapat menggunakannya dengan mangkus (effective). Rugilah semua pihak karena masing-masing merasa benar. Saya bosan melihat kekisruhan ini dan saya melihat banyak yang mengecewakan karena karena melihat pihak-pihak yang ikut memanfaatkan kekisruhan ini untuk keuntungan pribadi. Berapa waktu telah habis karena merusak barang, malakukan demonstrasi dan kekerasan yang menjadikan hambatan orang melakukan ibadahnya sehari-hari dengan bekerja mencari nafkah. Silakan selesaikan perbedaan pendapat mengenai Rencana Undang-Undang tersebut dengan sedikit lebih dewasa dan intelektual. Semua masalah akan pasti selesai dengan berjalannya waktu. Yang anda perjuangkan hari ini dengan pertaruhan nyawa, belum tentu akan diingat orang beberapa saat kemudian. Bukankah masalah pornography sudah ada sejak jaman nabi Luth?? Sudah kuno atau obsolete?

Belum cukupkah kita, yang hanya untuk bisa disebut sebagai telah menjadi dewasa saja harus bentrok dengan sesama manusia sepanjang jaman?

Kata orang Jakarta: “Emangyé kurang kerjaan apé ?”

Hal ini semua karena adanya pikiran kotor. Jadi marilah kita hapus pikiran kotor yang tidak-tidak dan bekerja, beramal dan beribadah, hidup sehat dan berguna bagi sesama manusia. Kalau kotoran physical dapat dibersihkan dengan sapu tetapi pikiran kotor hanya dapat dibersihkan oleh pemiliknya sendiri, pemilik pikiran kotor itu. Tidak perlu mengajak orang lain untuk menghapus pikiran kotor, dirty mind, kitanai kagae dan pikiran yang najis.

Anda pikir saja, adanya masalah najis yang sudah mewabah di Indonesia mengenai binatang yang disebut anjing. Didalam dunia kaum muslim dikenal dua najis yakni: najis haqiqi dan najis hukmi . Kedua jenis najis ini masih diperdebatkan oleh masyarakat awam, sedang sebenarnya para ulama yang diwakili oleh kaum Syafi’i, kaum Hambali, kaum Hanafi dan kaum Malik menyepakati soal kenajisan dari 1. tinja, 2. muntah, 3. kencing, 4. khamar (minuman yang memabokkan), 5. nanah, 6. mazi, 7. wadi, 8. darah binatang yang tidak dimakan, 9. bangkai binatang yang tidak basah, 10. bagian tubuh yang terpotong dari binatang yang masih hidup disepakati untuk sepakat sebagai najis. Para Ulama juga sepakat untuk tidak sepakat bahwa 1. Anjing, 2. binatang air laut yang tidak mempunyai darah mengalir, 3. bagian tubuh binatang yang keras, seperti tanduk, kuku dll., 4. Kulit binatang, 5. air kencing anak yang masih menyusu, 6. Tinja binatang yang dagingnya dikonsumsi, 7. Mani, 8. mayat manusia, sebagai najis dan tidak najis.

Perbedaan pendapat pada umumnya mengenai anjing adalah antara kaum Hanafi bersama kaum Maliki disatu pihak dengan dua pihak yang lainnya.

Dengan demikian setelah rentang waktu yang demikian lama sejak para ulama dari empat Mazhab ini bersetuju dan tidak bersetuju untuk sepakat atau tidak sepakat, bukankah sebaiknya kalau kita membiarkan saja segala perbedaan dan kesamaan diantara manusia. Apakah benar kita manusia modern yang hidup pada tahun 2006 ini tetap hendak “menyelesaikan” segala perbedaan para ulama yang lalu dari masa lalu sekitar lebih dari sepuluh abad lamanya??? Cukuplah energi kita yang telah habis dengan pertengkaran dan perbedaan paham yang tiada habis-habis termakan oleh issue-issue dan hasutan-hasutan yang tidak berguna? Siapa yang tidak sepakat dalam membuat hidup lebih sehat karena bersih dari darah, dari nanah, dari air kencing, dari air liur yang keluar waktu tidur dan dari segala macam jenis larangan dan semua yang menyukarkan hidup kita? Apakah para tokoh masyarakat sekarang ini, memang senang dengan perbedaan paham dan pertengkaran ditingkat bawah yang kebanyakan dihuni oleh rakyat jelata?

Bagi yang berpendapat anjing adalah najis, itu boleh saja, karena kalau menjaga jarak agak jauh toh tidak akan terganggu oleh anjing??

Tetapi janganlah melempari anjing dan mendidik dengan menakut-nakuti anak-anak agar membenci anjing.

Atau mengajak anak-anak untuk lari tunggang langgang karena ada anjing yang sedang lalu.

Bisa celaka dan cedera karenanya.

Kaum mazhab Maliki malah beranggapan bahwa anjing, baik yang liar atau peliharaan tidak najis, kecuali jilatannya saja yang secara ta’abudi (ibadah/kepatuhan) umat Islam diperintahkan untuk menyucinya sebanyak tujuh kali. Setelah dicuci maka akan suci kembali. Kedua Mazhab yang lain, Syafi’i dan Hanbali, menyatakan sebagai najis ‘ain, tetapi masih dapat menyucikannya dengan menyuci sebanyak tujuh kali seperti diperintahkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Bisa disimpulkan bahwa jilatan lidah dan air liur dianggap najis, bukan haram, dan bisa disucikan kembali dengan menyucinya.

Marilah kita hentikan semua perbedaan dan tafsir segala macam soal yang memicu kekerasan dan kekisruhan. Damai luar dalam, badaniah maupun bathiniah. Kalau kita dalam keadaan damai maka kita bisa bekerja mencari nafkah yang memang merupakan ibadah dan berpenghasilan layak sebagai manusia yang tidak fakir lahir dan bathin.

Jangan mengucapkan amin atau amen untuk ini sebelum anda sendiri berhasil melakukannya dengan sempurna.

Created by Anwari Doel Arnowo

23:57:28

---ooo000ooo---




Created by Anwari Arnowo 12 Desember, 2005

Man’s Best Friend

Kompas tanggal 12 Desember 2005, halaman 13 memberitakan sebagai berikut. Sri Lanka ternyata termasuk negara yang populasi anjingnya relatif tinggi didunia. Banyak yang cinta anjing dinegeri itu, dan berbagai acara yang melibatkan anjing juga sering berlangsung. Salah satunya adalah pertunjukan anjing yang diselenggarakan Ceylon Kennel Club di Colombo, Minggu(11/12). Menurut Menteri Kesehatan Sri lanka, perbandingan anjing dan manusia dinegara tersebut sudah satu dibanding satu (1:1), padahal ratio yang umum adalah satu anjing pada setiap 25 penduduk. Keadaan ini dikhawatirkan bisa memicu wabah rabies.

Ternyata penduduk Sri Lanka menurut perhitungan pada tahun 1997 adalah 18.774.000 orang penduduk atau dibulatkan menjadi 19 juta orang. Saya memang sulit membayangkan keberadaan anjing yang jumlahnya ada 19 juta ekor disebuah pulau seperti di Sri Lanka.

Tahun 2007 data update: Penduduk Sri lanka ada 20.222.240 orang

Indonesia terdiri dari 17.000 pulau lebih dan yang berpenghuni ada 13.000 pulau, akan tetapi populasi anjing di Indonesia juga mungkin hanya amat sedikit dan malah barangkali satu dibanding lebih dari 25 orang penduduk. Saya sebut demikian ini mengingat pengalaman saya sendiri bahwa banyak sekali penduduk Indonesia yang tidak menyukai anjing sehubungan dengan kepercayaannya dan sikap hidupnya, yang mempercayai anjing adalah makhluk haram malah dikategorikan najis.

Saya adalah pejalan kaki setiap hari berolah raga selama bertahun-tahun dan selalu ditemani anjing saya. Sebelum bulan Nopember 2005, saya memiliki dua ekor anjing jantan: satu jenis kampung (namanya Chokki karena berwarna coklat) dengan badan cukup besar dan seekor anjing kecil jenis Pekingese (namanya Choocho). Selama lebih dari tujuh tahun saya berjalan kaki setiap hari, pagi, siang atau sore, kalau hari tidak hujan, selalu ditemani mereka.

Tujuan saya berjalan adalah karena saya taat dengan anjuran dokter, yang menganjurkan agar saya berjalan kaki setiap hari menempuh jarak sekitar tiga kilometer dan harus selesai dalam tempo tiga puluh sampai empat puluh lima menit. Saya sungguh amat menikmati masa-masa saya berjalan kaki seperti ini. Kadang-kadang saya menempuh jarak lebih dari tiga kilo meter dan kadang-kadang pula waktunya melebihi empat puluh menit.

Semenjak saya mencapai umur enam puluh tujuh tahun, kemampuan saya memang terasa menurun sehingga saya memerlukan istirahat ditempat satu atau dua kali, baik duduk atau tetap berdiri saja.

Kedua anjing tersebut saya tukar dengan seekor anjing betina, jenis Golden Retriever (sering juga disebut dengan Golden Ret.) warna kuning muda yang diberi nama Jolly. Sengaja saya memilih anjing betina karena kedua anjing terdahulu sudah amat memerlukan panggilan alam, yaitu mencari pasangan sex dari waktu ke waktu. Kalau mereka saya lepaskan ke lingkungan tetangga maka menjadi terlalu ketagihan dengan kebebasannya dalam memenuhi panggilan alam tersebut. Dengan demikian mereka sering “menghilang” dan merepotkan saya dalam menemukan dan menggiring mereka kembali kerumah. Dengan anjing betina, saya tidak menjumpai kesukaran seperti yang ditimbulkan oleh anjing jantan. Meskipun saya tidak keberatan sama sekali dengan panggilan alam tersebut, saya tetap harus ikut mengawasi kesehatan mereka.

Timbul kekesalan saya dalam melihat mereka mulai sering tertular kutu karena “pergaulan bebas” mereka dengan berjenis-jenis anjing lain yang ditemuinya. Sedikit luka karena berkelahi terjadi juga. Sekarang si Jolly hanya memberi kegembiraan hati saya, karena amat penurut. Saya larang dia naik ke terras rumah, dia menurut tanpa perlu diawasi.

Saya berikan aba-aba dengan suara berfrekuensi rendah agar masuk kandang, dia menurut tanpa kesukaran. Saya ajak bersalaman selalu memberikan kaki depan kanannya untuk bersalaman.

Makannya pun mudah, nasi dicampur air dan ditambah dengan sayur-mayur yang direbus, kecuali kangkung yang tidak disukainya. Wortel, kubis atau sayur pada umumnya, termasuk tauge dia mau. Makanan tambahan yang disukainya adalah telur rebus. Saya berikan juga sebagai selingan makanan buatan pabrik seperti merek Pedigree. Saya diberitahu agar tidak memberi tulang, saya mengikutinya, karena Jolly ini sudah lebih dari tiga tahun umurnya dan sudah biasa memakan sayur. Dengan setia ketiga anjing tersebut, Chokki, Choocho dan Jolly telah menemani saya berjalan kaki dengan rajin dan memberikan kesehatan prima kepada saya yang sudah tidak muda lagi.

Kejadian yang paling menonjol dalam saya berjalan kaki, saya sering menemui seseorang, baik pengasuh maupun ibu seorang anak atau anak-anak, selalu mengeluarkan peringatan dengan suara cukup keras: awas ada ajing nanti digigit.

Kalau kiranya situasi mengijinkan, saya selalu berhenti dan mengatakan kepada pendamping anak tadi dan berkata: Anjing saya hanya menggigit makanannya dan tidak pernah menggigit seorang manusiapun. Jangan menakut-nakuti dengan kata nanti digigit, karena sesungguhnya hampir semua anjing itu takut kepada manusia, bukan sebaliknya. Dugaan saya adalah: kata-kata saya amat sedikit berkesan kepada mereka pendamping anak atau anak-anak tadi, karena pola pikir mereka sudah kuat terbentuk sejak lama. Saya tambahi dengan kata-kata: nanti anak-anak akan takut kepada anjing untuk seluruh sisa hidupnya. Saya “agak memaksa” mengeluarkan kata-kata seperti itu, karena sembilan puluh persen anak atau anak-anak yang bertemu itu menunjukkan keinginannya untuk dapat bercengkerama dengan anjing saya, baik kepada Chokki, Choocho maupun Jolly. Tanpa ijin pendampingnya mereka bahkan dengan amat antusias berusaha mendekati dan mengelus anjing saya. Tidak pernah satu kalipun saya mengalami saat anjing-anjing saya tersebut menunjukkan sikap bermusuhan dengan manusia yang saya temui.

Yang sebaliknyalah yang sering saya jumpai.

Saya selalu berjalan kaki dijalan umum dijalur sebelah kanan, agar supaya dapat melihat datangnya lalu lintas kendaraan datang dari depan saya. Hal ini bukan sama sekali idea saya, karena hal seperti ini saya ketahui, diajarkan kepada orang Jepang sejak masa kanak-kanak, demi keselamatan dalam berjalan kaki.

Tetapi ratusan kali terpaksa saya pindah ke sebelah kiri jalan, karena dari jauh sudah saya lihat pejalan kaki lain, biasanya wanita yang berpakaian mengesankan sebagai penganut ajaran agama yang mengajarkan dia untuk tidak bersinggungan dengan binatang yang satu ini.

Bahkan ada yang mempercayai dengan bersungguh-sungguh bahwa kalau bersinggungan dengan bulunya sajapun temasuk yang diharamkan. Saya berpindah jalur agar tidak menimbulkan masalah dengan siapapun. Setelah menyeberang, memang biasanya ibu tersebut kelihatan menarik napas lega dan kelihatan sangat berterimakasih kepada sikap saya. Kami biasanya saling mengangguk dan tersenyum sedikit. Saya memang selalu menghormati kepercayaan orang lain, siapapun dia. Saya tidak akan berusaha melakukan upaya perubahan apapun terhadap kepercayaan mereka, mengingat bahwa upaya tersebut akan tidak akan membuahkan hasil yang menyenangkan bagi siapapun. Yang penting saya senang hati dan tidak menggangu orang lain. Saya memang memendam banyak pertanyaan, antara lain mengapa hanya anjing yang memperoleh penilaian seperti itu? Dari bentuk physic, sebenarnya apa beda moncong anjing dengan kucing, sapi, kerbau bahkan serigala, harimau, kangaroo dan sapi? Bibir sapipun malah dimakan sebagai sebagian dari hidangan rujak cingur. Saya banyak mempunyai kenalan orang Sumatra Barat, yang menceritakan bahwa anjing adalah binatang andalan dan amat berguna dalam berburu binatang lain dihutan. Suku Dayak diseluruh Kalimantan biasanya juga mempunyai anjing untuk keperluan berburu.

Teman saya yang pernah mengunjungi Marokko di Tunisia dan Cairo di Mesir, menceritakan bahwa banyak orang yang lalu lalang dijalan sambil menggendong anjingnya dengan mesra sekali.

Saya biarpun mempunyai anjing, saya belum pernah menggendongnya, apalagi mengalami dikencingi olehnya.

Pada waktu meninggalnya Raja Arab Saudi, Fahd bin Abdul Azis, digantikan oleh Raja Abdullah yang menganut ajaran salaf, beberapa bulan lalu, saya melihat diberitakan oleh televisi di channel CNN (Cable News Network) sebagai berikut. Untuk ikut menjaga keamanan para tamu negara yang terdiri dari para Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan asing yang datang melayat dan mengantarkannya ke peristirahatan terakhirnya, para anggota Polisi menggunakan alat-alat electronic canggih, senjata-senjata modern dan anjing-anjing pelacak. Saya menggunakan istilah tempat peristirahatan terakhir karena istilah itulah yang sesuai, karena orang Arab maupun Rajanya sekalipun tidak menandai tempat dimana jenasah dimasukkan kedalam tanah. Jadi tidak ada kuburan seperti yang kita kenal di Indonesia. Kakak saya yang sudah lebih dari delapan kali umroh dan haji, menceritakan bahwa sekolah-sekolah dan gedung-gedung penting di Arab Saudi juga dijaga anjing-anjing jenis Herder maupun Dobberman.

Anjing jenis Saluki di Saudi Arabia tidak digolongkan sebagai anjing biasa yang disebut dengan kata Kalbun (diucapkan Kalb), karena jenisnya dianggap amat bermanfaat bagi pemiliknya, yakni dalam hal berburu binatang lain. Saluk ternyata adalah sebuah nama kota yang telah musnah didaerah Arab bagian Selatan.

Orang-orang Turki juga mengaku bahwa saluki berasal dari daerahnya. Ternyata saluki ini adalah anjing yang pernah menjadi kesayangan Raja Mesir. Ada ukiran-ukiran kuno yang diperkirakan dikerjakan pada sekitar 4000 tahun Sebelum Masehi, yang menggambarkan Saluki sedang memburu kijang di gurun sahara. Dia bisa berlari dengan kecepatan tinggi dan mengandalkan pandangan matanya dari pada kemampuan penciuman hidungnya. Saluki ternyata menjadi binatang piaraan yang amat disukai dan dihargai lebih tinggi dari uang. Seekor saluki akan membawa hasil buruannya serta menyerahkannya kepada tuan-nya, membawanya dimulutnya dengan lari sambil menggigitnya. Sebuah kelompok orang Badui dengan semua wanitanya dan anak-anak mereka menyukai saluki ini demikian rupa sehingga mereka akan menolak jual beli saluki, dengan harga berapapun jua. Ada juga yang memperlakukan uang hasil pembelian saluki seakan-akan uang haram, jadi tidak patut diterima.

Begitu sayangnya mereka terhadap anjing saluki ini karena bukan dianggap sebagai kalbun (anjing biasa), seekor saluki akan dapat memasuki tenda para bangsawan yang kaya sedang anjing biasa tidak akan dibolehkan.

Saluki adalah sebutan anjing jenis ini bagi yang jantan, sedang yang betina disebut Silaqah, bentuk jamaknya adalah Sulqan dan Salaq. Orang-orang Inggris ada yang menyebut jenis saluki ini dengan Persian Greyhound atau Turkish Greyhound.

Meskipun sebagian kaum Muslim amat membeci anjing karena telah digolongkan sebagai binatang yang kotor, akan tetapi anjing boleh diimport ke Arab Saudi, tentu saja dengan syarat-syarat tertentu. Syaratnya harus anjing yang punya kemampuan menjaga dan berburu. Saya sungguh mengharapkan agar seorang seperti Abdullah Gymnastiar dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan terpendam saya yang selama ini tidak pernah saya kemukakan dalam bentuk tertulis. Orang bangsa Barat selalu menamakan anjing dengan ungkapan sebagai Man’s Best Friend.

Bagi saya ungkapan tersebut betul seratus persen.

Created by Anwari Arnowo

---ooo000ooo---

Saya menyaksikan siaran pengetahuan di Channel Discovery bahwa hidung anjing diciptakan dengan bentuk besar, karena memang kemampuannya besar sekali dalam hal membau. Hidung anjing dapat menyimpan dan mengenali memory dari sebanyak lebih dari satu juta jenis bau

Anjing mempunyai pendengaran yang jauh lebih tajam dari yang dipunyai manusia. Pengalaman pribadi saya membuktikan bahwa pada waktu kita masih belum mendengar suara geledek tanda hujan, anjing sudah ketakutan dan ingin lari bersembunyi dari suara guntur dan petir