Wednesday, November 11, 2009

INVESTASI

Anwari Doel Arnowo – 9 Nopember, 2009
Investasi

Saya pernah membaca sebuah cukilan berita di Reader’s Digest pada awal 1990an, yang menyebutkan: Seorang Menteri Keuangan Republik Singapura, melihat melalui kaca jendela kantornya. Kemudian dia memanggil salah seorang staf-nya dan berkata: “Anda lihat ke arah pelabuhan, ada sebuah kapal Yacht melintas di sana. Coba selidiki siapa pemiliknya dan laporkan kepada saya apa dia bersedia mmelakukan investasi di Singapura”
Pada tahun itu seingat saya, Republik yang juga bebendera Merah Putih ini, ditambah bulan dan bintang-bintang di salah satu sudutnya, sudah termasuk negara yang kaya dan maju. Adapun yang menakjubkan saya adalah, pola pikir dan visi busnis pak menteri yang satu ini amat tajam, meskipun telah saya sebutkan bagaimana makmurnya dan kayanya Republik ini.
Apakah para pegawai pemerintah kita mempunyai hal yang sama dengan yang dipunyai pak menteri tersebut di atas? Saya harap saja saya tidak mendapat cap: sok luar negeri, sok membandingkan negerinya sendiri dengan lain negeri yang lebih maju. Terus terang beberapa kali saya sudah pernah menerima reaksi langsung dan berhadapan ketika membicarakan hal-hal lain yang semacam. Reaksi seperti ini karena berasal dari teman dan kawan tentu bukan dalam diskusi serius dan resmi. Teman-teman dan kawan-kawan saya itu sudah seusia dengan saya dan juga banyak yang bekas pejabat di posisi yang lumayan tinggi. Akan tetapi, hal ini kiraan saya sendiri, mungkin sekali dari sikapnya yang menyesali itulah, dia sendiri telah tidak memikirkannya waktu dia sedang menjabat serta menguasai hal yang dikerjakannya dahulu. Karena menyesali hal itu, dia ingin memotong dan dengan cara menuntaskan serta menghentikan pembicaraan dengan saya seperti dilakukannya. Sebenarya saya kan tidak punya maksud mengolok-olok dia.
Tetapi saya hanya ingin berkonsentrasi membicarakan topik yang amat penting. Bagi diri saya, itu semua amat penting demi dan bagi keuntungan bangsa dan negara.
Mungkin sewaktu bertugas dahulu, dia alpa atau saya juga alpa, maka hal-hal yang ingin saya bicarakan, tentu akan masih bisa digunakan bagi para juniornya atau mereka yang lain-lain yang usianya jauh lebih muda dan lebih bersemangat, yang sekarang sedang berada di posisi yang seperti pernah diduduki kawan saya.
Hari ini, tanggal 9 Nopember, 2009, saya baca di surat khabar Straits Times Singapore halaman B 18 di topik MONEY. Judulnya: Billionaire eyes islands beyond Singapore. Penulisnya, Amresh Gunasingham, mengawalinya dengan kalimat:
He arrived in a whirlwind publicity earlier this year and bought a $15.46 million penthouse at The Sail@Marina Bay condominium. He wants to spend US$100 million (Singapore $140 million) to buy beach resorts in popular spots such as Bintan and Batam and invest in at least four smaller island which remain largely underdeveloped.
The privately owned islands with combined land area of more than 300ha – or two thirds the size of Sentosa – are north of Batam.
TERJEMAHAN BEBAS:
Dia datang seperti angin puting beliung pada awal tahun ini dan membeli sebuah penthouse seharga $15,46 juta (Sin.) yang terletak di The Sail@Marina Bay condominium. Dia bermaksud untuk membelanjakan AS$100 juta (Sin.$140 juta) untuk memebeli kawasan pantai resort yang populer seperti yang ada di Bintan dan Batam, dan melakukan investasi sedikitnya di atas empat buah pulau yang sebagian besar masih belum pernah dikembangkan.
Doktor Modi (Bhupendra Kumar Modi- photo di bagian bawah dari tulisan ini) adalah seorang pendiri dan Chairman dari Spice Group yang flamboyan, mempunyai perhatian terhadap bidang-bidang bisnis dalam komunikasi sampai dengan entertainment. Berbicara dengan koran Straits Times bertempat di kediamannya yang luasnya 5,834 square feet (1600 meter persegi lebih), pemegang status Permanent Resident Singapura itu mengharapkan peringkat pengembalian modalnya da di sekitar angka 100 persen.
“Saya tidak pernah menyadari hingga saya sampai di daerah ini bahwa pulau-pulau ini amat besar dan dekat sekali lokasinya” kata Dr. Modi, 60, yang pada bulan Mei pindah tempat tinggal ke sini dari Amerika Serikat.
Dia juga memindahkan Markas Besar Spice Corp yang tadinya berpusat di Mumbai ke Singapura, dan menyisihkan US$200 juta untuk berinvestasi melalui usahanya di sini.
Sampai saat ini US$100 juta sudah dibenamkan ke dalam bidang properti dan perkantoran yang memerlukan penanaman modal sebesar 20 persen di sebuah usaha online telephony bernama MediaRing pada bulan Agustus.
Selanjutnya dia merencanakan untuk mengubah pusat-pusat turis seperti Pura Jaya di Batam menjadi sebuah sorga dunia bagi mereka yang kaya raya dan terkenal dari Hollywood.
Pemikatnya atau daya tariknya?
Kasino-kasino dan villa pribadi dengan kolam renang dan spa. Dia tidak lupa akan membangun sekolah-sekolah dan Rumah Sakit-Rumah Sakit yang lebih baik di pulau-pulau ini. Pemilik Pura Jaya, seorang pelaku bisnis berkebangsaan Indonesia Zulkarnain Khadir, sudah menegaskan keinginannya untuk melakukan perundingan jual beli dengan para investor, termasuk dengan Dr. Modi.
Itulah isi sebagian dari apa yang ditulis di Straits Times hari ini.
Maksud dan tujuan saya menulis ini tak lain dan tak bukan ingin memberi stimulasi kepada rakyat Indonesia, terutama terhadap pemerintah RI agar dapat membantu pihak-pihak yang sedang menjajagi perundingan bisnis. Seperti yang tersebut di atas, ada kata-kata kasino dan fasilitas lain, untuk kelengkapan seluruh bentuk investasinya Dr. Modi. Kata kasino ini, saya duga akan menjadi pemicu konflik dengan adanya undang-undang RI yang melarang segala bentuk perjudian. Demikian juga halnya mengenai tata kelola sesuai undang-undang yang ada dalam penjualan sebuah pulau kepada orang asing. Saya sungguh berharap hal-hal yang menjadi penghalang itu sebaiknya dapat diberi fasilitas yang memudahkan terlaksananya investasi.
Kita semua tau, ada perjudian di mana-mana.
Di kota dan di desa sekalipun. Pemerintah kita tidak dapat mengelola undang-undang yang berlaku. Saya juga pernah menjadi pengusaha yang menetapkan peraturan-peraturan di dalam perusahaan. Setelah pengamatan dan mengalami sendiri bagaimana rumit dan sulitnya mengelola peraturan, maka saya sendiri pernah mengambil kesimpulan sebagai berikut. Kalau membuat sebuah kebijakan, maka kebijakan itu wajib dikelola – dikontrol dengan benar. Tegas atau kurang tegas, tetapi semua peraturan harus ditegakkan. Kalau tidak mampu membuat kontrol yang benar, maka sebaiknya dicari jalan lain yang baik dan bisa diterima oleh semua kalangan.
Kalau dirasakan perlu maka penghapusan larangan itu bisa saja dilakukan segera. Tidak ada yang begitu kerasnya dan kuatnya sesuatu di dunia ini yang pada ujung akhirnya tidak akan berubah bentuk menjadi lunak dan lemah juga. Prinsip yang dipegang teguh seteguh apapun akan bisa berubah menjadi sebaliknya. Belajar dari hal ini, aparat-aparat pemerintah yang ada kaitannya dengan soal investasi harus selalu duduk bersama dari waktu ke waktu, untuk mengikuti perubahan-perubahan apapun yang bisa memberikan fasilitas-fasilitas memudahkan masalah investasi dimaksud di atas.
Negeri kita amat perlu investasi dalam keadaan ekonomi yang porak poranda seperti ini dan ingat, kalaupun Indonesia pada suatu saat nanti akan menjadi makmur, seperti halnya Singapura dua puluh tahun yang lalu, masih akan tetap memerlukan investasi. Amerika Serikat dan Jerman serta Jepang pun memerlukannya.
Saya kutip bagi tokoh kali ini, Dr. Bhupendra Kumar Modi berkata mengenai kepindahannya ke Singapura: “Saya tidak saja berbisnis di sini. Saya bisa berbisnis di manapun. Saya di sini karena melihat masa yang panjang di masa depan.”
Kapan ya, kita bisa menjawab dengan menyilakan dan bisa berbangga mengatakan kepada para investor:
“Silakan merasakan kenyamanan berinvestasi dan berbisnis di sini, di negara kami, di: Republik Indonesia!”


Anwari Doel Arnowo – 9 Nopember, 2009









Bhupendra Kumar Modi – diunduh dari Yahoo

Re: [RumahKita] Investasi

Dear pak Anwari, tau kan kenapa pejabat republik kita tidak sama jeli nya dengan pejabat Singapore ini kalau soal urusan bisnis? pejabat Indonesia sama dengan pejabat Arab, they were born with silver spoon in their mouths ! hahahahaaa.....Singapore kan gak punya natural resources, jadi para pengelolanya pada jeli putar otak terus, seperti Rusia, mereka harus peras otak utk membangun ekonomi negrinya, negri mereka ini mengandalkan otak dan kecerdasan pemerintah nya utk membangun ekonomi, yg bikin pemerintah republik kita memble kan karena mereka emang pemalas, mereka punya ladang kekayaan yg tinggal keruk dalam perut negrinya, sekarang entah hanya berapa yg tersisa utk anak cicit kita....
Saya gak bisa salahkan para investor asing yg segan utk menanam investasi di negri kita, tidak stabil nya keamanan disana (krn msh banyak para radikal yg mencoba menekan masuknya pengaruh barat), jadi hanya sebatas negri2 di Asia seperti Singapore, Korea, Jepang yg masih punya toleransi utk bekerja sama dengan kita, bila ekonomi di US sudah membaik, saya rasa Obama akan memberikan peluang baik utk masa depan ekonomi kita, lets hope so anyway.



Anwari Doel Arnowo – 10 Nopember, 2009
Membantu investasi

Investasi adalah sesuatu yang amat normal untuk diharapkan datang bagi segala jenis bisnis maupun kelancaran pengembangan lajunya pertumbuhan baik bisnis maupun ekonomi.
Sebuah perusahaan properti, berinvestasi agar hasil pengadaan sarana dan bangunan yang dikerjakannya akan laku dijual. Sesungguhnya pemerintah sebuah negara juga sama saja dengan gerak laju sebuah perusahaan yang ujung-ujungnya adalah menjual sesuatu. Upaya mereka yang membuat sebuah gerai penjualan makanan masakan seperti nasi pecel atau nasi Padang, itu sama saja dengan upaya persiapannya dalam mengharapkan investasi untuk membangun fasilitas perumahan bertingkat unuk 200.000 keluarga.
Rentetan penelaahan hukum dan undang-undang yang ada untuk mengakomodasi maksud investasi, kecil maupun besar, tidak ada bedanya. Sama rumitnya, kalau memang maunya seperti itu: rumit dan sulit.
Apa yang saya dapat hari ini di media, di mana APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) SUMMIT sedang dilangsungkan di Singapura, adalah adanya data yang sedikit mengganggu. Diberitakan perbandingan data tiga negara: Selandia Baru, Amerika Serikat dan Indonesia, mengenai pendirian sebuah perusahaan sampai sah dan resmi bisa beroperasi, dari segi biaya dan lamanya proses dalam pengurusannya.
Selandia Baru: Sin.$162 / Satu Hari.
Amerika Serikat: US$325 senilai Sin.$453 / Enam Hari.
Indonesia yang Rp.5 juta 4 ratus ribu Rupiah atau senilai Sin.$800 / Enam Puluh Lima (65) Hari.
Saya yang sudah sepuluh tahun yang lalu meninggalkan dunia pengelolaan bisnis secara langsung, sungguh masih terkejut, karena rasa-rasanya dalam hal itu tidak ada perbaikan selama masa pemerintahan reformasi dari sekian banyak pemerintahan dengan Presiden-Presiden yang berlain-lainan. Seperti dalam tulisan saya berjudul ‘Investasi’, perlu sekali saya tekankan, bahwa saya tidak bermaksud mengejek Negara saya sendiri dengan mengutip apa yang disajikan oleh media umum. Tidak dapatkah pemerintah mencubit dirinya sendiri, menampar muka sendiri, apabila perlu, toh sakitnya tidak akan berkelanjutan. Saya mengharapkan selesai rasa sakit dicubit dan ditampar hilang, maka perbaikan akan muncul ke permukaan. Seperti orang yang mabok saja, sakit kepala, muntah dan tidur, kemudian bangun lagi menjalankan kehidupan normal. Mabok kan belum tentu disebabkan karena minum alkohol, bisa juga karena guncangan ombak, dan bisa pula karena sombong serta pongah karena merasa diri sudah paling sempurna sifat jagoannya??
Ada contoh bahwa uang dan atmosfir bisnis yang bagus, belum tentu akan bisa menjamin suksesnya perencanaan. Ini contoh mutakhir: PENANG di Malaysia yang dijuluki sebagai Silicon Valley di Malaysia. Baru-baru ini Penang telah kehilangan kesempatan bagi penanaman modal yang besarnya bermiliar-miliar USDollar. Bagaimana mungkin itu bisa sampai bisa berhasil menggagalkan niat investasi besar seperti itu. Ternyata sebab utamanya adalah tidak mencukupinya jumlah tenaga yang berpengalaman tersedia di bidang elektronik dan elektrik, hal itu sudah jelas dimaklumatkan oleh para pegawai pemerintah setempat. Menteri Utama Penang, Lim Guan Eng, menyatakan di depan parlemen bahwa Penang telah kehilangan kesempatan investasi senilai 3 miliar USDollar, hanya karena tidak mampu untuk memberikan komitmen ( to commit) menyediakan sarjana teknik sebanyak seribu orang saja.
Berikut saya ingin menyampaikan pokok pikiran yang menggunakan bahasa mudah cerna
1. Pemerintah membentuk sebuah lembaga bersama antar Kementerian, misalnya dinamakan Investasi Indonesia. Di dalamnya dibentuk modul-modul yang membidangi misalnya industri berat, industri ringan, perangkat keras dan lunak, pariwisata dan lingkungan hidup dan sebagainya. Biarpun sebuah lembaga antar instansi pemerintah, kerjanya kalau perlu sepuluh jam per hari, dan tenaga-tenaga senior dalam bidangnya jangan dilupakan untuk didaya-gunakan.
2. Khusus perijinan Lembaga ini juga harus berani melakukan pengusulan kepada Lembaga-Lembaga Tinggi negara agar ada revisi terhadap undang-undang serta peraturan-peraturan baik di Pusat maupun di daerah, agar: a. lebih mudah dicerna oleh pelaku investasi, b. tidak tumpang tindih satu dengan yang lain, c. mencepatkan proses keluarnya ijin
3. Ini yang sedikit baru: Menunjuk orang-orang yang bisa ‘bergaul melakukan lobbying’ dengan para orang kaya dan termasyhur di dunia, terutama di negara-negara lain. Mereka yang dituju adalah para investor yang sedang aktif melakukan kegiatan investasi, dan juga orang-orang kaya yang tidak ada kerjanya kecuali menikmati hidupnya yang mapan… Yang terakhir ini ada banyak di Bermuda, di Dubai, Qatar dan Luxemburg, di China, di Caribbia serta di Cayman Island atau Liechtenstein. Yang bisa melakukan hal-hal seperti ini adalah:
a. Orang-orang yang memang kaya berkebangsaan Indonesia atau bangsa lain,
b. Mantan diplomat dan mantan ekonom serta
c. Siapapun yang pernah berprestasi di bidang ilmu pengetauan atau yang pernah sukses menjalin hubungan bisnis internasional. Baik a., b., maupun c. adalah orang-orang yang ramah, mampu bergaul dengan mudah, representatif dalam penampilannya, pandai bercakap-cakap dan mengerti tata cara pergaulan internasional serta multi lingual. Apa kompensasi yang diterimakan kepada mereka?? Semua fasilitas informasi intelijen yang bisa menunjukkan mana sasaran yang dituju, yang memiliki potensi bisa dibujuk menjadi investor di Indonesia. Kalau perlu mereka ini dimodali dengan penampilan yang jet-set, bukan yang loyo atau tertatih-tatih. Adalah pantas mereka dimodali dengan pembayaran pembiayaan yang diperlukan, misalnya naik pesawat kelas satu dan menginap di hotel yang posh serta terkenal.Prinsipnya mereka ini seperti para pelaku MLM yang menyasar klien yang potensial sekali. Hanya saja mereka ini adalah orang berkelas yang memenuhi syarat untuk maksud melakukan secara professional hal di atas serta nantinya akan mendapat success fee atas hasil nyata yang diperolehnya. Berlaku disini bahwa memancing ikan yang besar, memang memerlukan pancing dan umpan yang khusus. ‘Agen-agen’ seperti ini boleh mendapatkan fasilitas yang melebihi fasilitas yang berstatus agen intelijen keamanan negara. Banyak uang dan berpenampilan meyakinkan ditambah otak yang cemerlang serta tidak mempunyai riwayat buruk di masa lalunya. Ingatlah, menelusuri hal seperti ini bukan sulit saat ini karena adanya mesin pencari data (search engine) di mana-mana. Saya mengira bahwa manusia yang berkelas seperti itu keberadaannya lumayan banyak, dan tentu saja amat baik apabila bisa dimanfaatkan.Yang penting : apa yang mereka kerjakan dalam mendapatkan investor, bukanlah berbentuk penipuan. Sebab apa yang pantas bisa dijanjikan kepada para investor itu, tidak boleh sekali-kali mereka dibuat kecewa. Agen-agen yang berjasapun harus menerima imbalan yang pantas dan memadai.
INVESTASI tidak mengenal daerah asal, tanpa tapal batas (borderless) karena dasar utamanya adalah kepercayaan. Semua bisnis dimulai dengan kepercayaan. Contoh kecil saja: anda menerima pembayaran berupa sebuah cek (cheque) dari seseorang, itu berarti anda percaya kepada dia.Kalau anda tidak percaya pasti anda akan minta pembayaran dengan tunai (cash). Dasar kepercayaan ini dapat dibangun dengan cara bergaul. Anda ingin bergaul dengan seorang Gubernur? Pertama-tama anda harus mampu mengangkat diri anda secara harkat, secara intelektual dan secara kesetaraan lain dengan harkat, intelektualitas serta kesetaraan yang menempel di diri sang Gubernur. Dengan Gubernur anda harus bicara dengan “bahasa” Gubernur. Bahkan kalau sang Gubernur itu seorang Raden yang amat terikat dengan gelar kebangsawanan, janganlah anda sekali-kali mencela gelar-gelar kebangsawanan. Dengan mereka yang amat membanggakan gelar kesarjanaan? SAMA SAJA. Demikian juga bisa terjadi apabila bergaul dengan seorang yang kaya uang. Jangan bercerita yang tetek bengek, yang kurang greget (ini bahasa Jawa yang artinya kira-kira positive force in the form of energy or outburst). Bicara dengan seseorang yang sedang naik daun (selebrity), jadikanlah diri anda seakan-akan anda juga mengerti mengenai penampilan, mengenai gaya, mengenai dunia mode (fashion) dan mengenai tata cara pergaulan yang sedang in. Anda tunjukkan bahwa anda bisa mengerti dunia gemerlap yang lebih dikenal dengan istilah dugem. Dengan seorang tentara, bicaralah soal disiplin, soal perintah atasan, tentang mulianya menaati perintah atasan dengan pengorbanan jiwa sebagai taruhannya. Anda akan mendapatkan seorang kawan yang berjiwa prajurit. Bicara dengan tukang becak? Dengan tukang Ojek? Turunkan diri anda ke tingkat cara dan pola pikir mereka, dan anda akan lebih mudah bergaul dengan tukang becak serta tukang ojek. Dengan Ulama? Dengan yang fanatik agama? Sama persis caranya!! Seperti itulah taktik yang sebaiknya dijalankan agar bisa masuk (in) dalam pergaulan lawan bicara dan lawan bergaul yang dikehendaki. Jangan pernah meninggikan diri sendiri lebih dari lawan bicara atau lawan bergaul anda. Jangan menggurui. Nasihat ayah saya sungguh amat berguna dan selama ini saya pakai: Luwih becik tuku tinimbang adol (ini bahasa Jawa juga yang artinya Lebih baik Beli Daripada Menjual – biar lawan bicara anda bicara lebih banyak daripada anda sendiri).
Tulisan ini terbuka untuk ditambah dengan usul-usul lainnya yang positif dan dengan tujuan utamanya, bukan untuk saya pribadi, akan tetapi untuk dan demi keuntungan Republik Indonesia.

Anwari Doel Arnowo
Singapura, 10 Nopember, 2009.

Betul Pak Anwari. Alasan utama pengusaha melakukan investasi adalah mencari margin, mencari untung.Untuk itu mereka butuh kemudahan berusaha, dalam arti kelancaran dalam menjalankan businessnya dari awal, yaitu pendirian perusahaan tersebut.
Kemudian ketenangan berkerja, dari para pekerjanya, dan juga dari lingkungan di mana perusahaan itu berada, termasuk keamanan dan prosedur-prosedur lainnya.
Kalau pekerja skill, saya kira Indonesia lebih banyak dibanding Penang.
Banyak lulusan S1 dan S2 yang masih mencari pekerjaan.

Contohnya lagi-lagi China, dengan support dari pemerintah untuk keamanan dan prosedur... dan tenaga kerja yang membludak, murah, tidak neko-neko, mereka menembus pasar dunia tanpa dapat disaingi negara lain. Begitu juga awalnya waktu Jepang baru mulai menjadi giant industry, disusul Korea dan Taiwan. Negara yang bersangkutan sadar sesadarnya bahwa dengan memberikan support yang benar disertai rambu-rambu hukum dan pajak yang benar, keuntungan akan diperoleh oleh kedua belah pihak, si pengusaha dan negara.

Mengenai saran-saran Pak Anwari, bentuk 'Kementrian Investasi Indonesia', saya ikutan pulang dukung kalau Bapak terlibat didalamnya, hehehe...

Salam,
A


Masalah Investasi,
Bagai benang kusut,
Tak mudah untuk diurai.

Pemikiran Pak Anwari,
Sangat bagus,
Tuk mengembangkan iklim investasi kita.


Lima Risiko Investasi
Kamis, 12 November 2009 | 03:07 WIB
Singapura, Kompas - Setiap calon investor yang ingin menanamkan modal di proyek infrastruktur akan menghadapi lima jenis risiko. Pemerintah menjamin tetap ada kepastian sehingga pelaku usaha mampu membuat penghitungan yang jelas atas investasi yang dibuatnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan hal itu di Singapura, Rabu (11/11), saat berbicara dalam salah satu sesi Pertemuan Tingkat Tinggi Infrastruktur yang digelar Bank Dunia, Pemerintah Singapura, dan harian Financial Times.
Kelima jenis risiko itu adalah, pertama, risiko pergerakan mata uang yang bisa menyebabkan tambahan beban keuangan pada proyek yang dibiayai oleh sumber dana dari luar negeri. Kedua, risiko penambahan ongkos investasi saat proyek mulai berjalan, antara lain masalah pengadaan lahan untuk jalan tol.
Ketiga, risiko kekurangan arus kas pada perusahaan akibat penempatan dana pada proyek infrastruktur yang jangka panjang.
Keempat, risiko politik yang bisa memengaruhi tingkat harga dan tarif, antara lain tarif listrik dan air minum. Kelima, risiko kompetisi yang muncul dalam tender.
Perusahaan penjaminan
Menurut Sri Mulyani, pemerintah telah menyediakan berbagai jaminan agar risiko-risiko tersebut dapat diminimalisasi.
Untuk risiko penambahan ongkos investasi, terutama pengadaan lahan, pemerintah telah menetapkan jaminan jika harga lahan yang dibebaskan meningkat 10 persen dari harga normal.
Selain itu, dalam APBN 2009 pemerintah juga menyediakan dana Rp 1 triliun untuk membentuk perusahaan penjamin infrastruktur. Tujuannya, menjamin seluruh risiko yang mungkin timbul dari proyek infrastruktur, termasuk risiko politik.

Kebutuhan investasi di bidang infrastruktur di Indonesia Rp 1.429 triliun pada 2010-2014. Namun, pemerintah hanya sanggup menutup sekitar 15 persen.
Menteri Keuangan meminta Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) memberikan komitmen pembiayaan yang lebih besar untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Pada sesi yang sama, Presiden ADB Haruhiko Kuroda menyebutkan, kebutuhan pembiayaan proyek infrastruktur di Asia mencapai 700 miliar-800 miliar dollar AS per tahun.
Namun, ADB baru bisa memberikan pembiayaan senilai 8 miliar dollar AS per tahun. Oleh karena itu, pembiayaan utama untuk infrastruktur tetap berasal dari kalangan swasta.(Orin Basuki dari Singapura)



No comments: