Anwari Doel Arnowo – 28 Maret, 2010
A N O M A L I
Saya sering bilang bahwa warganegara yang baik adalah yang tidak melanggar undang-undang apapun dan telah membayar pajak. ITU SAJA. 
Jangan marah, ingatlah itu hanya kata saya, lho, anda boleh berkata lain ..
Ikut pemilihan umum?? Nggak mau
Ikut rapat Erte dan Erwe? Nggak mau 
Patriotisme?? Apa yang diperjuangkan??
Pernahkah berniat menjadi warga negara lain, itu kan 
Sudah menjadi warganegara lain, tetapi masih pemegang Paspor Garuda Pancasila? Itu melanggar Undang-Undang Republik Indonesia  tetapi tidak melanggar Undang-Undang negara lain itu, karena di sana 
Ya, itu kan 
Keberadaan mereka bekerja dan di mana saja banyak yang tidak diketaui detailnya.
Begini Bung:
Sementara ini  mari kita bicarakan apa saja yang ada di atas itu.
Pemilihan Umum?
Memilih “wakil rakyat” adalah kerancuan pendapat yang morat-marit. Mungkin karena adanya Partai Politik  itulah, maka putuslah banyak bagian hubungan Rakyat dengan dpr, dengan pemerintahan dan sumua ini demi demokrasi, demos dan kratos. Lihat Wikipedia yang saya kutip sebagiannya:  which was coined from δῆμος (dêmos) "people" and κράτος (krátos) "power", in the middle of the fifth-fourth century BC to denote the political systems then existing in some Greek city-states. Bukankah sudah sering dimunculkan istilah yang saya mulai menggunakannya pada kira kira-sekitar sepuluh tahun yang lalu dengan menuliskan secara “mengejek” dan bersifat menyindir keras serta melecehkan menjadi: DEMOCRAZY. Sekarang semua sudah menggunakannya dan kelihatannya makin lama makin benar. Bukankah Winston Churchill sendiri mengatakan bahwa Demokrasi itu adalah yang paling baik karena belum ditemukan yang lebih baik bila dibandingkan cara demos (δῆμος) mengatur kratos (κράτος) nya saat itu dan juga saat sekarang???? Tau apa yang baik dan apa yang tidak baik dari demokrasi? 
Alaaa, saya pikir anda semua akan bosan mendiskusikannya. Saya beri saja contoh.
Saat ini di Amerika Serikat saja banyak lobby perusahaan farmasi dan asuransi terasa amat kuat di parlemennya sehingga diskusi mengenai undang-undang kesehatan saja memakan waktu lebih dari setengah abad lamanya dan baru berhasil ditandatangani pada beberapa hari yang lalu, waktu Presidennya adalah orang yang bekulit berwarna untuk pertama kalinya. Jadi rancu kan Indonesia 
Tidak melanggar Undang-Undang saja memang bagus, tetapi ada juga yang terkenal  dengan sebutan Undang-Undang yang Tidak Tertulis atau Tidak Memasyarakat misalnya: kode etik, adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan. Yaaa, begitulah …. namanya saja tidak tertulis. Yang tertulis saja banyak dilanggar, malah oleh para penegak hukum sendiri:  polisi, kejaksaan, kehakiman dan dpr, mahkamah agung, semua secara sengaja saya tulis dengan menggunakan huruf-huruf kecil sebagai “penghormatan” (??) yang tidak terlalu tinggi. Ya, mereka ini justru sumber dari banyak kesemerawutan hukum.  Masa sih malah Presiden pun merasa perlu untuk ikut-ikut dengan membentuk SATGAS (ANTI)MAFIA HUKUM . Begitu banyak Lembaga dan Komisi, eh malah ada Satgas lagi?? Anda akan melihat bahwa organisasi pemerintah terlihat amat tambun, gemuk dan meluberi sekelilingnya sehingga tidak mangkus(efficient atau tepat guna). Kita semua maklum bahwa penduduk Indonesia Indonesia 
Erte dan Erwe? Ini sebenarnya timbul dari sebuah sistem yang dilakukan pada jaman Pendudukan Tentara Kekaisaran Jepang, sebelum Republik Indonesia Indonesia Kota  dan Pemerintah Daerah, seperti pernah saya alami di Tokyo , Jepang dan di Toronto 
Di Jakarta Erte dan Erwe mendapat “honorarium” sekitar 4 ratus ribu Rupiah sebulan  dari pemerintah DKI Jakarta. Apakah DKI memang masih perlu mendistribusikan limpahan  pekerjaan dan juga limpahan kerepotan kepada “instansi” seperti Erte dan Erwe??
Semalam adalah bagian dari satu hari kemarin, tanggal 27 Maret, yang disebut dengan Earth Hour, yakni pada pukul 20:30 sampai 21:30, saya berada di salah satu gedung terkenal dengan nama FX di Jalan Sudirman, Jakarta 
Earth Hour? mematian listrik? Kan kita membayar? Kenapa sih itu?  
Persetan ah, karena sekeliling Jakarta Pusat itu hampir semuanya menggunakan listrik dengan leluasa, bebasss, bbaaaassssss …. . Ini bukan Jakarta sana 
Semoga sekarang sudah ada kesadaran dan ada perbaikan sikap.
Kalau kita membaca headlines saja di media, cetak maupun elektronik, kita bisa merasakan banyaknya anomali dan deviasi serta kerancuan di dalam tata cara dan pada pengaturan hidup bersama. Saya tengarai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita, banyak hal yang harus dibenahi secara mendasar. Yang utama saya ingin dikembalikan kebenarannya yang hakiki, yaitu bahwa pegawai negeri itu adalah pegawai yang  mengabdi serta melayani Rakyat Indonesia Para  pegawai negeri ini sama sekali bukan elite, bukan kelas yang harus dihormati dan dipuja oleh penduduk. Kehormatan harus dihasilkan dari ketekunan bekerja, kerapian dan juga keniscayaan tata cara yang baik dan jujur. Bukan kalau menjadi bupati dan orang mesti merunduk ketakutan seperti terhadap bupati pada jaman kolonialisme belanda. Bupati dan pejabat-pejabat lain adalah sesungguhnya abdi rakyat, pegawai, punggawa serta kaki-tangan serta hamba Rakyat Indonesia Indonesia tempe 
Sekarang Patriotisme?
Kita ini bisa disebut sebagai patriot, apabila demi membela kepentingan bersama dalam berbangsa dan bernegara, menghadapi unsur atau serangan dari luarnya. Tetapi sungguh kasat mata kita ini sedang dalam tahap yang amat parah kerena berhadapan dengan musuh yang berwujud bangsa sendiri. Teroris? Yang berisik menyebut soal terror adalah Amerika Serikat dan terorisnya adalah orang yang beragama Islam serta ada di mana-mana termasuk di Indonesia 
Bukankah mendirikan sebuah partai politik itu bertujuan mengumpulkan orang-orang yang sepaham dan sependirian mengenai demokrasi? Beberapa hari yang lalu saya membaca sekelumit berita, entah benar atau tidak benar, yang menyebutkan bahwa kalau Puan Maharani diposisikan sebagai anggota Kabinet, maka PDI akan mau berkoalisi dengan lawannya saat ini: Partai Demokrat. Kalau ini benar, sungguh amat amat amat mengecewakan. Nama partainya yang satu menggunakan kata Demokrasi dan yang satunya kata Demokrat?! Apa sebab perlu bekoalisi? 
Ukurannya hanya posisi memteri?? 
Ah, masa sih??
Saya ulangi: ajarilah bangsa dan rakyat kita ini bekerja dan fasilitasi batas-batas dan cara-cara bekerjanya agar tidak diganggu oleh birokrasi (crazy juga? Bureaucrazy?) yang melekat di kalangan para pegawainya yang disebut dengan istilah pegawai negeri. Kalau semua lapisan bisa bekerja dengan nyaman maka akan tercipta pajak-pajak yang lebih banyak, dan itu berarti lebih bisa menaikkan pendapatan para pegawai negeri juga. Jangan industri rumah dibebani dengan pajak-pajak terlalu dini yang belum tentu akan menunjang penerimaan pajak, karena industri-industri seperti ini memerlukan waktu untuk bisa tegak berdiri dan siap membayar pajak. Janganlah dari setingkat ijin yang berasal dari RT dan RW saja sudah mengeluarkan biaya, apalagi di tingkat Kelurahan dan Kecamatan serta Polsek. Ampun deh mengusutnya. 
Jangan juga apa yang telah saya kemukakan ini ditanggapi dengan bantahan-bantahan, nanti tidak akan ada habisnya kita berbantah dan lupa berproduksi serta berpeluang bekerja mencari nafkah yang halal.
Anwari Doel Arnowo
3/28/2010 2:06:11 PM
 
No comments:
Post a Comment